Hari ini adalah hari lahir SDD ...
Meskipun SDD--Sapardi Djoko Damono--telah dipanggil menghadap-Nya pada 19 Juli 2020 lalu,
karya-karyanya tak pernah mati.
Setidaknya selalu hidup di benak saya.
Menjadi inspirasi, bagaimana rumit cinta diekspresikan dalam kata-kata yang sederhana.
Dan ini adalah puisi untuk SDD yang tidak sengaja saya tulis pada 19 Maret 2021.
Puisi sederhana, 2 larik saja!
dengan kalimat pembuka berupa cuplikan puisi beliau yang membekas di hati saya.
Membuat saya dalam suasana penuh cinta ... ups
Sebenarnya mengingat sosok beliau bukan seketika.
Melainkan banyak kejadian yang mampu membangkitkan ingatan pada deretan kata yang beliau susun,
dan membuat saya terjebak dalam romantisme.
Hihihi ...
Seperti beberapa hari lalu Jogja diguyur hujan.
Saya mendadak ingat "Hujan di bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono.
Meskipun saya kenal puisi tersebut bukan dalam bahasa tulis,
melainkan dalam sebuah lagu yang merupakan musikalisasi puisi karya beliau.
Mirip dengan lagu yang pernah booming dengan judul "Aku Ingin",
yang diambilkan dari "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana"
Saya kutip profil beliau dari Wikipedia.
Prof. Dr.
Sapardi Djoko Damono dilahirkan di Surakarta pada tanggal 20 Maret 1940.
Beliau adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka.
Dikenal melalui berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana,
sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.
Sederhana kata, tapi sangat dalam maknanya
Mak jleeeb kalo kata anak sekarang.
Hahaha
Masa mudanya dihabiskan di Surakarta (lulus SMP Negeri 2 Surakarta tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958).
Pada masa ini beliau sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah.
Kesukaan menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sejak tahun 1974 mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun.
Beliau pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar.
Pada masa tersebut Sapardi Djoko Damono juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".
Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan.
Pada tahun 1986 beliau mendapatkan anugerah SEA Write Award.
Juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003.
Beliau adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar.
Menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.
Musikalisasi puisi karya
Sapardi Djoko Damono dimulai pada tahun 1987 ketika beberapa mahasiswanya membantu program Pusat Bahasa, membuat musikalisasi puisi karya beberapa penyair Indonesia, dalam upaya mengapresiasikan sastra kepada siswa SLTA.
Saat itulah tercipta musikalisasi "Aku Ingin" oleh Ags. Arya Dipayana dan
"Hujan Bulan Juni" oleh M. Umar Muslim.
"Aku Ingin" diaransemen ulang oleh Dwiki Dharmawan dan menjadi bagian dari "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti" (1991), dibawakan oleh Ratna Octaviani.
Beberapa tahun kemudian lahirlah album "Hujan Bulan Juni" (1990) yang seluruhnya merupakan musikalisasi dari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono.
Duet Reda Gaudiamo dan Ari Malibu merupakan salah satu dari sejumlah penyanyi lain, yang adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Album "Hujan Dalam Komposisi" menyusul dirilis pada tahun 1996 dari komunitas yang sama.
Sebagai tindak lanjut atas banyaknya permintaan, album "Gadis Kecil" (2006) diprakarsai oleh duet Dua Ibu, yang terdiri dari Reda Gaudiamo dan Tatyana dirilis, dilanjutkan oleh album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu.
Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi Sapardi Djoko Damono serta karya beberapa penyair lain.
Di akhir tulisan ini ...
Saya tampilkan 2 karya Sapardi Djoko Damono
Yang membuat saya jatuh cinta lagi untuk ke sekian kali
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Hujan di bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu